Selasa, 10 Juli 2018

Praanggapan, Implikatur, inferensi dan dieksis 7


Praanggapan, implikatur, inferensi
dan Dieksis
Oleh: Sulistriani (156047) / 2015 A 
A. Pendahuluan
Wacana dapat dikatakan sebagai salah satu satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas sebuah kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang saling berkesinambungan atau  berhubungan serta mempunyai awal dan akhiran yang nyata baik disampaikan secara lisan dan tertulis.
Alasan dalam membuat essai makalah yang berjudul “Praanggapan, implikatur, inferensi, dan dieksis” yakni model analisis wacana yang dimiliki beberapa ahli tentunya memiliki perbdaaan. Untuk itu, Tujuan penulisan ini yakni dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi si pembaca dalam megetahui model-model analisis wacana dari para ahli.
B. Kajian Teori
 1. Definisi
Menurut Filmore dalam Rani (2006:168), dalam setiap percakapan selalu digunakan tingkat-tingkat komunikasi yang implisit atau praanggapan dan eksplisit atau ilokusi. Sebagai contoh , ujaran dapat dinilai tidak relevan atau salah bukan hanya dilihat dari segi cara pengungkapan peristiwa yang salah pendeskripsiannya, tetapi juga pada cara membuat praanggapan yang salah.
Kesalahan membuat praanggapan mempunyai efek didalam sebuah ujaran, ujaran yang dimaksud dalam hal ini yakni percakapan (dialog) manusia. Dengan kata lain, praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan.
Contoh :
(1) Ayah saya datang dari Surabaya.
Dalam contoh (1) Praanggapannya adalah : 1) saya mempunyai ayah; 2) ayah ada di Surabaya. Oleh karena itu, fungsi praanggapan membantu mengurangi hambatan respon orang terhadap penafsiran suatu ujaran.
Menurut Leech dalam Rani (2006:168), praanggapan harus dianggap sebagai dasar kelancaran wacana yang komunikatif. Apabila dua orang terlibat dalam suatu percakapan, mereka saling mengisi latar belakang pengetahuan yang bukan hanya pengetahuan terhadap situasi pada waktu itu, tetapi pengetahuan terhadap dunia pada umumnya. Begitu percakapan berlanjut, dalam arti unsur-unsur baru semakin bertambah. Pernyataan dari suatu proposisi menjadi praanggapan bagi ujaran selanjutnya. Dalam dua contoh dibawah ini, praanggapan yang mendasarinya berbeda :
(1)      Danu menangis sebelum dia menyelesaikan pekerjaan tangannya.
(2)      Danu meninggal sebelum dia dapat menyelesaikan pekerjaan tangannya.
Dalam ujaran (2) praanggapan yang timbul adalah bahwa Danu dapat menyelesaikan pekerjaan tangannya, sedangkan dalam (3) tidak.hal itu diketahui berdasarkan pengetahuan kita tentang dunia. Seorang yang sudah meninggal tidak mungkin melakukan sesuatu dikutip dari pendapatnya Levinson dalam Rani (2006:168) jadi apabila (3) dikembangkan dan didapati bahwa Danu dapat menyelesaikan pekerjaan tangannya, kedua ujaran itu tidak sesuai. Dengan kata lain, simpulan bahwa Danu menyelesaikan pekerjaan tangannya tidak relevan dengan (3). Contoh lain :
(3) Apakah si Boncel masih pemabuk?
Cara menarik sebuah praanggapan dari sebuah pernyataan (ujaran). Perlu diingat bahwa praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si penutur sebagai dasar penuturnya (Rani, 2006:170). Contohnya:
(1) Kami tidak jadi berangkat.
(2) Mobil kami rusak.
Leksikon yang dipakai penutur dapat ditarik praanggapan sebagai berikut. Kata tidak jadi berangkat  membawa pengertian bahwa kami seharusnya berangkat. Sedangkan, mobil  pada kalimat (2) membawa praanggapan bahwa kami mempunyai mobil. Jadi, praanggapan kedua kalimat di atas adalah : (a) Kami seharusnya berangkat, dan (b) Kami mempunyai mobil.
Jadi, Praanggapan (presupotition) berperan penting dalam menetapkan ketentuan (koheren) wacana karena setiap percakapan yang selalu digunakan tingkat-tingkat komunikasi.
B. Implikatur
Konsep implikatur dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memecahkan persoalan bahas ayang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang dimaksud oleh penutur sebagai halyang berbeda dari yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule).
Contoh: panas disini bukan?
Maka secara implisit penutur menghendaki agar mesin pendingin dihidupkan atau jendela dibuka.
Menurut Gice dalam Rani (2006:170) dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional yaitu implikatur yang ditetukan oleh arti konvensional kata-kata yang dipakai. Anlisis wacana adalah konsep implikatur percakapan yang diturunkan dari asas umum percakapan ditambah sejumlah prinsip (maxims) yang biasanya dipatuhi para penutur dikutip dari Brown dan Yule dalam Rani (2006:171).
Prinsip kerjasama ditopang oleh spernagkat asumsi dapat disebut juga dengan prinsip-prinsip percakapan (maxims of converstasion). Yaitu (1) prinsip kuantitas berikan sumbangan anda seinformatif (dengan tujuan pertukaran yang sekarang) jagan memberikan informasi melebihi yang dibutuhkan. (2) prinsip kualitas jangan mengatakan apa yang menurut anda tidak benar dan jangan meyakini bukti kebenaran yang kurang meyakinkan. (3) prinsip hubungan usahakan perkataan anda ada relevansinya, dan (4) hindari pernyataaan yang samar, krtksaaan,usahakan agar ringkas, agar bicara dengan teratur dikutip dari pendapat Grice dalam Rani (2006:172).
Menurut Levinson dalam Rani (2006:173) ada empat faedah implikatur, yaitu: (1) memberikan penjelasan makna yang tidak terjangkau oleh teori linguistik, (2) memberikan penjelasan tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud sipemakai bahasa , (3) memberikan pemerian semantikyang sederhna tetang ubungan lausa yang dihubungka denga ata penghuung yang sama., dan (4) memberikan fakta scra lahiriah keliahatan tidak berakaitan,malah berlwanan (seperti metafora). Dari keterangan itu jelas bahwa kalimat lahiriah tidak berkaitan, tapi menurut orang yang mengerti pengguanana bahasa dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh pembicara seperti :
Suami  : “ Si Cuplis menangis minta mimik ibunya!”
Istri      :”Saya sedang menggoreng
Kedua kalimat diatas secara struktural tidaklah berkaitan, tapi menurut yang ahlibhasa akan mengerti kalimat dari keduanya yaitu si Istri tida menjawab ujaran Suami bahwa si Cuplis menangis karena diduga suaminya si Cuplis haus ingin minum susu Ibunya, tetapi hanya menyatakan bhwa dirinya sedang menggoreng.
Unsur bahasa baik unsur segmental maupun non segmental merupakan unsur penting untuk menyampikan pesan dalam berkomunikasi. Makna ujaran yang digunakan dalam berkmunikasi  tidak selalu selaras dengan kata-kata yang digunakan dalam ujaran. Meskipun kata dalam ujaran sangat menetukan maknanya namun kadang-kadang kata-kata itu hilang dan digantikan oleh makna lain contoh dalam bahasa Jawa Njanurgunung digunakan ketika teman jarang main bersama kita namun bahasa itu diganti oleh kadengaren. Padahal dalam bahasa Jawa Janur memiliki arti daun pohon kelapa yang masih muda dan nasalisasi N pada kata njanur memiliki arti “bersifat seperti”. Berdasarkan pengalaman rakyat, di gunung itu tidak ada pohon kelapa sehingga pembentukan kata njanurgunung itu sebenarya tidak logis namun kreativitas menerimanya dengan mengasosiasikan pohon kelapa dengan pohon aren, karena pohon aren mirip dengan ohon kelapa dan pohon aren terdapat di gunung. Di sini aren digunakan untuk mengacu pada kata kadengaren (Rani 2006:174-175).
Dalam kegiatan berbahasa sehari-hari kita dapat memahami ujaran yang disampaikan oleh mitra tutur kita. Menurut Chomsky dalam Rani (2006:176) kemampuan yang dapat kita melakukan itu adalah penguasaan kita terhadpkaidah bahasa secara intuitif ujaran yang diucapkan mitra tutur kita  itu apik atau tidak apik mampu mempertimbangkan fakta sintaksis bahasa yang digunakann kaidah itu oleh Chomsky disebut kompetensi linguitik. Kompetensi linguistik seorang penutur itu terbatas temaruk seorag ahli bahasa. Seorang penuturhampir semua tidak menguasai bahasanya karena bahasa itu bersifat kompleks dan kreatif Clark dan Clark dalam Rani (2006:176).
            Implikatur yang terdapat pada karya sastra asing bagi para pembelajaran bahasa. Para pembelajar yang tidak mempunyai kompetensi linguistic yang memadai akan mengalami frustasi dalam memahami implikatur dalam karya sastra asing. Istlah implikatur berantonim dengan kata eksplikatur. Menurut Grice (Rani 2006:177) Istilah implikatur diartikan sebagai “whata speaker can imply, suggest, or mean, as distinct from what a speaker literally says”. Senada dengan itu, Pratt (Rani 2006:177) menyatakan “what is said is implicated together from the meaning of the utterance in that  contect.”Dari pengertian diatas, ketahui implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Menggunakan implikatur dalam berkomunikasi berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung.
Contoh:
(konteks: udara sangat dingin. Seorang suami yang mengatakan pada istrinya yang sedang berada disampingnya). Suami: “Dingin sekali!”
Transkrip ujaran suami istri yang tidak disertai dengan konteks yang jelas dapat ditafsirkan bermacam-macam, antara lain
a)      Perintah kepadaa istrinya untuk mengambilkan baju hangat, jaket atau selimut atau minuman hangat untuk menghangatkan tubuhnya;
b)      Perintah kepadaa istrinya untuk menutup jendela agar angin tidak masuk kamar sehigga udara didalam ruangan menjadi hangat;
c)      Pemberitahuan kepada istrinya secara tidak langsung bahwa kesehatanya sedang terganggu;
d)     Permintaan kepada istrinya agar ia dihangatkan dengan tubuhnya.
Contoh diatas adalah “informasi bahwa keadaaan (saat itu sangat dinggin) dari sini terlihat jelas perbedaan makna implikatur dan makna eksplikatur.
            Dalam penggunaan bahasa sehari-hari masyrakat bahasa sering mengunakan implikatur (percakapan) untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya memperhalus proporsisi yang diujarkan dalam menyelamatkan (saving face). Implikatur banyak juga digunakan dalam kalangaan politikus untuk mengaburkaan maksut yang dikatakan, biasanya untuk menghindari hujatan lawannya, seeorang politikus sering menyembunyikan dibalik implikatur. Implikatur dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan bentuk eksplikaturnya, pertama implikatur yang berupa makna yag tersirat dari semua ujaran (between the line) merupakan implikatur yang sederhana, kedua implikatur yang berupa makana yana tersorot dari sebuah ujaran (beyond the line) implikatur tersebut merupakan bentuk dari implikatur jenis pertama (Rani, 2006: 177-178).
Makna ujaran pada contoh diatas tergantun pada konteksnya, ujaran dits merupakan ujaran yang bermakna sebagai janji, informasi, pernyataan maksut yang disebut tindak ttutur, dengan demikan ujaran ditas masih bermakna ambiguits atu bermakna ganda apabila tidak dissertai konteks peggunaannya. Perbedaan konteks, baik konteks linguistic mupun konteks etografi, dapat membedakan makna suatu bentuk lingustik. Terdapat tiga tahap dalam memahami implkatur degan cara berikut:
1.   pemaaman proporsi eksplikatur
2.   mencocokan dengan konteks(jika proporsi eksplikatur tidak cocok maka dapat dilanjutkan dengan tahap selanjutnya)
3.   mengubah pemahaman proporsisi sesuai degan konteks dengan cara mencari:
a)      Makna ujaran kelanjutan
b)      Makna asosiasinya
c)      Makna ironya dan
d)      makna yang hilang
Jadi, pengertian implikatur adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk memperhitungkan dengan apa yang dimaksud oleh penuturnya.
C. Inferensi
Inferensi atau penarikan simpulan dikatakan oleh Gumperz (Rani, 2006: 183) sabagai proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks percakapan. Dengan inferensi, pendengar menduga kemauan penutur dan, dengan itu pula, pendengar meresponsnya. Inferensi tidak hanya ditentukan oleh kata-kata pendukung ujaran, malainkan juga didukung oleh konteks dan situasi.
Sering terjadi apa yang dimaksud penutur tidak sama dengan apa yang dianggap oleh pendengar sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat merespons balik atau sering juga terjadi si penutur mengulang kambali ujarannya dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi pendengar. Mungkin, apa yang dimkasud penutur tidak dapat ditanggapai pendengar seluruhnya. Gagasan yang ada dalam otak penutur direalisasikan dalam bentuk kalimat-kalimat. Lubis (Rani, 2006: 183)
Contoh:
A : “Saya baru bertemu dengan si Toni.”                       
B : “Oh, si Toni kawan kita SMA dulu itu?”
A : “Bukan, tapi Toni kawan kita SMP dulu.”
B : “Toni yang gemuk itu?”
A : “Bukan, bukan Toni yang gemuk, tapi Toni yang kurus.”
B : “Oh, ya, saya tahu.”
Ujaran pertama si B salah tanggap (salah pemahaman). Pemikiran yang tergambar dibenaknya adalah si Toni teman SMA. Setelah diterangkan oleh si A bahwa Toni itu teman SMP, si B salah tanggap lagi, karena yang diduga adalah Toni yang bertubuh gemuk. Sesudah kalimat yang ketiga dari si A, barulah B paham siapa si Toni sebenarnya.
Walaupun tanggapan tentang si Toni sudah jelas, akan tetapi apa yang dipikirkan oleh si A tidaklah dapat ditanggapi seluruhnya oleh si B karena masih banyak hal yang masih tersembunyi, misalnya kapan si A bertemunya, dimana bertemunya, berapa jam, bagaimana cara bertemunya, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa yang ditanggapi pendengar dari ucapan penutur itu hanya beberapa bagian saja dan tidak seluruhnya.
Aspek inferensi yang menarik yang memetik ialah bahwa inferensi merupakan sebuah penafsiran yang mudah hilang dari pembaca jika tidak cocok dengan informasi berikutnya. Kalimat berikutnya dari teks tersebut ialah sebagai berikut :
Ø  Minggu yang lalu dia tidak dapat mengendalikan kelasnya.
Setelah mengetahui kalimat itu, kabanyakan pembaca memutuskan bahwa Joni kenyataannya ialah seorang guru dan dia kurang bahagia.
Contoh tersebut sebenarnya memberikan gambaran kepada kita tentang cara- cara membangun penafsiran tentang apa yang hanya kita baca / dengar dengan menggunakan lebih banyak informasi daripada kata-kata yang terdapat dalam teks, yaitu kita benar-benar menciptakan apa yang sebenarnya terkandung dalam teks berdasarkan harapan-harapan kita akan apa yang bisa terjadi.
Jadi, Inferensi dapat disebut juga penarikan kesimpulan, suatu proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks percakapan.
D. Dieksis
Dieksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur (Kushartanti, 2009: 111)
Contoh:
Besok saya akan menunggu kamu disini.
Didalam ujaran tersebut, kata saya merujuk pada seseorang yang mengucapkan kalimat itu dan bukan diri kita sendiri. Kata besok merujuk pada hari sesudah hari tersebut diucapkannya ujaran. Disini merujuk pada tempat sipenutur. Semua hal itu berkaitan dengan dieksis. Ada tiga jenis dieksis, yaitu dieksis ruang,dieksis persona dan dieksis waktu. Ketiga jenis dieksis ini bergantung pada interpretasi penutur dan mitra tutur, atau penulis dan pembaca, yang berada didalam konteks yang sama (Kushartanti, 2009:111).
1.
Dieksis Ruang
Dieksis ruang berkaitan dengan lokasi relatif penutur dan mintra tutur yang terlibat didalam interaksi. Didalam bahasa Indonesia, misalnya, kita mengenal disini, disitu dan disana. Titik tolak penutur diungkapkan dengan ini dan itu.
Contoh:
a. Duduklah kamu di sini.
b. Di sini dijual gas Elpiji.
Frasa di sini pada kalimat (a) mengacu ke tempat yang sangat sempit, yakni sebuah kursi atau sofa. Pada kalimat (b), acuannya lebih luas, yakni suatu toko atau tempat penjualan yang lain.
1. Dieksis Persona: Dieksis persona dapat dilihat pada bentuk-bentuk pronomin. Bentuk-bentuk pronomina itu dibedakan atas pronomina orang pertama, pronomina oarang kedua, dan pronomina orang ketiga. Didalam bahasa Indonesia bentuk ini mash dibedakan atas bentuk tunggal dan bentuk jamak sebagai berikut.

 Tunggal
Jamak
Orang pertama
Orang kedua
Orang ketiga
Aku, saya
(eng)kau, kamu, anda
Ia, dia, beliau
Kami, kita
Kamu (semua), anda (semua), kalian
Mereka

2. Dieksis Waktu: Dieksis waktu berkaitan dengan waktu relatif penutur atau penulis dan mitra tutur atau pembaca. Penggungkapan waktu didalam bahasa berbeda beda. Bahasa Indonesia mengungkapkan waktu dengan:

Waktu sekarang
Kini, tadi
Waktu lampau
Dulu
Waktu relatif
Hari ini, kemarin dan besok
Waktu yang akan datang
Nanti

Contoh:
a. Saya membeli buku itu kemarin.
b. Aku membeli buku itu 2 tahun yang lalu
Jadi, yang dimaksud dengan dieksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur. Dieksis terbagi menjadi empat; 1) Dieksis ruang, 2) Dieksis persona, 3) Dieksis waktu, dan 4) Dieksis sosial. 

Contoh Wacana (Praanggapan)
Ibu: Ani, adikmu belum makan.
Ani: Ya, Bu. Lauknya apa?
Sumber:
Tarigan, Henry G. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar